Beranda

Minggu, 04 November 2012

Resensi : Alita @ First

Judul : Alita @ First
Pengarang : Dewie Sekar

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Genre : Metropop
Cetakan : ke 2, Maret 2010
Tebal : 328 Halaman

"Kadang-kadang orang memang harus 'dihajar' biar sadar. Kehilangan adalah cara Allah menunjukkan padaku dimana letak kesalahanku"
(Mas Erwin)

 Hai hai dini hari, hari minggu, selamat weekend kembali blogreads :)
Ini novel kesekian yang kupinjam dari Faricha, rekanku di agen Sirius. Dia pengoleksi novel-novel Dewie Sekar belum lama ini, dan kami sama-sama jatuh cinta pada setiap novel mbak Dewie *kecupjauh*kecuppalsu* :p

Seperti biasa, aku melolosi novel ini dengan lembur, sejak lebih dari lima tahun yang lalu, dan baru kemarin mulai membaca lagi, novel ini masih sukses menguliti hatiku sampai ikut menangis dan terbawa arus seakan-akan aku adalah tokoh Alita-si tokoh utama.

Sama seperti novel-novel mbak Dewie yang lain, gaya penceritaan pengarang selalu sama renyahnya, seperti makan wafer, dari awal sampai akhir harus langsung dimakan habis supaya nggak melempem gara-gara lupa alur cerita atau jadi tidur penasaran karena pengen ngerti endingnya. Wow.

Berkisah masih tentang cinta, berhubungan dengan perasaan wanita. Seorang wanita bernama Alita. Yang mengakui bahwa perasaan cintanya sangat sederhana, tapi dari kesederhanaan itu justru memperumit keadaan yang ada bahkan menghabiskan usianya yang sudah lebih dari seperempat abad. Alita jatuh cinta, di usia yang masih bisa dibilang belia, 13 tahun waktu itu. Dia sadar sesadarnya bahwa perasaannya itu tak mungkin bisa diharapkan, usia Mas Erwin, sahabat kakaknya, terpaut 7 tahun darinya. Mama, Mas Yusa, Eyang, Mbak Ava (pacar Mas Yusa), sahabat-sahabatnya, semua juga mewanti-wanti agar dia tidak terpikat dengan Mas Erwin yang terkenal buaya dan sering ganti-ganti pasangan. Tidak ada perempuan mainannya yang tidak dia tiduri, begitu kata Mas Yusa suatu hari. Padahal Mas Yusa sudah memperingati berkali-kali (halaman 163),  
"Manusia kan diberi akal budi untuk mengubah diri jadi lebih baik dari hari kehari. Nggak ada yang nggak bisa diubah kalau memang ada kemauan."

"Jantan itu bukan soal punya badan gede, berotot, jago berkelahi, dan jagoan mengoleksi perempuan. Laki-laki yang benar jantan itu adalah mereka yang berani melawan godaan. Ingat kalau kamu mau pilih suami nanti!"

Tapi cinta memang tak bisa ditebak. Cintanya pada Mas Erwin adalah jenis cinta sepihak yang tak menghendaki apa-apa dari yang dicintai. Cinta yang penuh kesadaran tak akan memperoleh pemenuhan. Cinta tanpa tujuan memiliki, apalagi menguasai. Cinta tanpa harapan, tanpa muara. Sejak Mas Yusa, kakak Alita, mengajak Mas Erwin berkunjung ke rumah, Alita merasakan kenyamanan yang berbeda, cinta yang dipendam dan di peliharanya sampai bermekaran keujung hatinya meski tak disiramnya. Cintanya tumbuh dengan liar sampai usianya sekitar 25 tahunan. Perasaan yang begitu besar tertahan sampai setelahh 3 tahun berlalu tanpa kontak dengan Mas Erwin, Alita mengakui perasaannya sendiri, tanpa direncana. Mas Erwin datang ke rumah Eyang tempat dia bermukim selama kuliah di Jogja secara tiba-tiba, dan itu menghancurkan pertahanan Alita. Selama bertahun-tahun Alita mencoba menjauh dari Mas Erwin tepat sejak Mas Erwin mengatakan bahwa dia telah mempunyai pengganti mbak Kinanthi (mantannya), bernama mbak Tira.

Alita langsung mengganti alamat emailnya agar dia tidak bisa mengecek lagi email lamanya yang pasti akan banyak email-email Mas Erwin. Selama ini mereka memiliki Perjanjian Menjer, yaitu saling mengirimi puisi satu sama lain tiap tanggal 3 dan 14. Alita memutus perjanjian itu secara sepihak. Selain itu dia juga mengganti nomer HP-nya dan selalu beralasan tak ada di rumah jika Mas Erwin menelpon ke rumah Eyang.

Begitulah, kedatangan Mas Erwin yang mendadak memporak-porandakan pertahanannya, menggedor-gedor hatinya dan mengirimkan sinyal kepada matanya untuk memproduksi air mata. Dari situlah, tanpa banyak kata, Mas Erwin tau bahwa Alita bertahun-tahun menghindarinya karena menyukainya. Alita memiliki perasaan khusus padanya, dan tak ada seorangpun yang mengetahuinya, tidak Mas Yusa, tidak juga Abel, sahabatnya. Meskipun sudah mengetahui perasaan Alita, cinta itu tetap tak terbalas, tetap tak mungkin dimiliki. Dan suatu hari datanglah undangan pernikahan Mas Erwin dengan Mbak Tira, ketika Alita sedang mencoba membuka hatinya untuk Baim, lelaki pedekate-annya. Baim langsung mengetahui perasaan Alita begitu besar pada Mas Erwin ketika Alita hanya menangis. dan Baim tetap pada ego-nya, dia tak bisa meneruskan hubungannya dengan Alita.

Setelah kehilangan Baim, Alita harus menerima kabar buruk lainnya yaitu kematian Mbak Ava, pacar Mas Yusa yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Alita sangat menyayanginya, dan dia merasa sangat kehilangan perempuan yang menyenangkan itu. Alita benar-benar tidak mengerti apa hikmah dari kematian Mbak Ava yang begitu cepat dan meninggalkan banyak kesedihan bagi banyak orang.

Alita baru tahu bertahun-tahun kemudian, ketika hidup terus berjalan, meski perasaan kangen pada Mas Erwin datang dan pergi tak tepat waktu, Alita baru mendengar kenyataan bahwa Mas Erwin terus memikirkannya, setelah kejadian Alita menangis karena perasaannya itu. Sama seperti Mas Erwin yang datang dan pergi, muncul tiba-tiba, hilang tanpa kabar, baik ketika Alita dan kakaknya masih di Surabaya (untuk bekerja), atau setelah mereka sama-sama hijrah ke Jakarta (untuk bekerja setelah itu mendirikan usaha sendiri). Alita berusaha menjaga jarak agar perasaan yang meski sudah sama, meski sudah semestinya mendapatkan tempat, tidak terus bertumbuh karena Alita tetap tak dapat menjadi istri Mas Erwin. Meskipun Mas Erwin bercerai setelah 3 tahun pernikahannya, keluarganya tak mungkin setuju. 

Tapi harapan Alita tetap tersimpan rapi di hati, perasaan itu tidak kemana-mana, Alita semakin sayang meskipun separuh hatinya menolak hal itu. Sampai suatu hari Alita dihadapkan pada kenyataan pahit. Jawaban atas hikmah apa di balik kematian Mbak Ava. Mas Erwin divonis terkena HIV, dan jelas-jelas belum ada obatnya. Kalau kemarin-kemarin Mas Erwin yang gencar mendekati Alita, sekarang justru berubah total, Mas Erwin menghindari Alita. Mas Erwin takut Alita melihat kenyataan bahwa tubuhnya terus kurus dan seperti orang kelaparan. Mereka hanya berkomunikasi lewat telepon.

Disini bagian yang menurutku paling menyedihkan. Bayangkan kalian mengobrol dengan orang yang selama ini kalian sayangi, bertahun-tahun, tanpa pernah memiliki, dan kalian membicarakan perpisahan. Kematian. Bayangkan ketika orang yang kamu sayangi, yang sudah tau bahwa umurnya tidak akan lama lagi, berpesan kepadamu, "Ingatlah aku sesekali... Sesekali saja, selanjutnya kau harus tetap terus lanjutkan hidupmu." Atau dia merajuk "aku nggak sudi kamu berhenti menyayangiku". Pasti kita akan sama menjawab seperti Alita, "Nggak mas, aku nggak akan berhenti menyayangimu."

Bayangkan ini terjadi di dunia nyata dan akan menjadi adegan paling romantis se-jagat raya! Dua orang yang saling mencintai, tak pernah bisa memiliki, tapi saling mengungkapkan perasaan masing-masing dalam kondisi yagn tidak baik-baik saja.

Tujuh bulan setelah itu, Mas Erwin benar-benar pergi. Ternyata kematian Mbak Ava adalah cara Allah untuk menyiapkan Alita pada kehilangan yang lebih menyakitkan. Perpisahan yang lebih menguras air mata. Alita tidak bisa menangis saat melihat Mas Erwin dikuburkan. Dia masih merasa ini mimpi buruk dan suatu saat dia bisa terbangun. Alita kehilangan rasa dan raga. Aktivitasnya terus berlanjut meski dia tak yakin dalam kesadaran penuh ketika melakukannya. Sampai pada akhirnya Mas Yusa menangis, menangis pertama kalinya seumur hidup dihadapan Alita, bukan karena kehilangan Mbak Ava, bukan kepergian Mas Erwin, tapi karena melihatku yang berbulan-bulan seperti tak bernyawa. Baru setelah itu seakan-akan Alita ditampar dan dibangunkan.

Novel ini berseri, dwilogi. Kelanjutan nasib Alita bisa kita baca di Alita @ Heart. Tapi sampai saat ini aku dan temanku belum menemukan novelnya, doakan kami bisa segera melanjutkan menye-menye karena Alita dan Mas Erwin ya :) 


Budayakan membaca,
       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rain Cloud