Beranda

Minggu, 31 Mei 2020

Resensi Novel Tere Liye - Nebula

Resensi Novel Tere Liye - Selena



Judul : Selena
Author : Tere Liye
C0-Author  : Diena Yashinta
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2020
Halaman : 368 hal
Mungkin menyenangkan sekali bisa sekolah. Aku segera mengusir pikiran itu. Aku juga punya 'sekolah'. Lubang kereta bawah tanah itu bisa jadi sekolah bagiku. Ibuku dulu pernah bilang, "Selena, hidup ini hanya soal sudut pandang. Digeser sedikit saja cara kita memandangnya, kita bisa mengubah sesuatu yang menyebalkan menjadi hal yang berbeda." (hal. 46-47)


Seperti yang sudah tertera pada cover bagian belakang, Selena merupakan buku ke-8 dari seri Bumi. Sebagai penggemar setia cerita petualangan Raib, Ali, dan Seli, sejujurnya aku tidak pernah menyangka serialnya akan sepanjang ini karena track record Bang Tere menulis cerita fantasi sebelumnya yang kutahu tidak banyak. Hanya Sang Penandai dan cerita pendek Mimpi-Mimpi Si Patah Hati. Untungnya, Bang Tere pintar sekali membuat kita penasaran disetiap serialnya, hehe.

Cerita pembuka novel ini masih seperti kebanyakan novel lainnya, diawali dengan latar belakang keluarga dan kehidupan Selena ketika remaja. Dikatakan Selena berasal dari keluarga miskin dan tidak bersekolah, tinggal di Distrik Sabit Enam, daerah pinggiran dari Klan Bulan. Usia 15 tahun Selena resmi menyandang gelar yatim piatu setelah ibunya meninggal menyusul ayahnya karena sakit-sakitan. Seselesainya acara pemakaman, Togra; tetua distrik, memberikan sepucuk surat wasiat Jem; ibu Selena. Ia tidak punya pilihan. Lebih baik pergi ketempat Paman Raf, saudara kandung ibunya daripada hidup sebatang kara. Tidak membuang waktu, keesokan paginya Selena berkemas dan langsung menuju Kota Tishri, mendatangi alamat yang tertera pada surat ibunya. Disitulah petualangan hidup Selena dimulai.

Selena diterima dengan hangat oleh keluarga Paman Raf, Bibi Leh, dan kelima anaknya; Am, Em, Im, Om, dan Um. Tiga tahun Selena tinggal bersama mereka. Ia bekerja membantu Paman Raf di konstruksi lorong kereta bawah tanah sampai akhirnya tiba usianya 18 tahun dan Selena diberikan hak untuk menentukan tujuan hidupnya. Ia ternyata ingin melanjutkan sekolah di Akademi Bayangan Tingkat Tinggi (ABTT), universitas terbaik di Klan Bulan. Paman dan Bibinya mendukung pilihan Selena. Seleksi tertulis dan seleksi fisik dilaluinya dengan sangat baik. Hanya saja ketakutannya akan hasil seleksi terakhir ternyata terbukti. Dia gagal pada seleksi bertarung, otomatis ia tidak diterima di ABTT. Berhari-hari dia tidak bertenaga, sedih berkepanjangan, serta tidak nafsu makan. Kondisi ini dimanfaatkan Tamus, yang punya rencana jahat untuk dunia paralel, agar bisa memperbudak Selena dan menuruti segala keinginannya. Ia membuat Selena berutang budi padanya. Berkat Tamus, akhirnya Selena bisa diloloskan menjadi murid ABTT. Tamus melihat Selena mempunyai bakat pengintai yang hebat, ambisi yang tidak terbendung dan watak selalu ingin menjadi yang terbaik dengan menghalalkan segala cara. Didukung dengan karakteristik remaja akhir seusia Selena, tidak susah untuk Tamus membuat Selena patuh pada perintahnya.
Kemunculan Mata dan Tazk sebagai sahabat Selena dalam novel ini seperti penyegaran. Hubungan mereka terbentuk dari rasa empati ingin menolong satu sama lain sejak awal tahun ajaran baru. Sepanjang cerita, kita bisa merasakan persahabatan yang sederhana tapi tulus.

Alur ceritanya tidak perlu diragukan lagi ya, meski memakai co-author, gaya bercerita Bang Tere masih sama, renyah dan mengalir begitu saja. Salut juga dengan usaha memasukkan hal-hal yang dekat sekali dengan kehidupan kita sehari-sehari, seperti boyband k-pop yang identik dengan bedak juga lipstiknya, bersaing besar-besaran nilai IP di sekolah, dan tentang body-shamming seperti memanggil dengan Keriting. Untung diimbangi dengan munculnya single terbaru ECHO yang berjudul Cintai Dirimu Sendiri, haha. Single keduanya yang berjudul Cinta Palsu menurutku juga related dengan kondisi saat ini dimana banyak remaja yang mudah sekali jadi bucin (budak cinta).

Novel Selena meski termasuk dalam Seri Bumi, tapi diklaim bisa dibaca terpisah. Ceritanya memang tidak terlalu berkaitan dengan Petualangan Tiga Sekawan. Tapi kalau kalian sudah membaca dari awal seri secara berurutan, akan lebih mudah paham dan mudah mengimajinasikannya. Beberapa latarnya sudah pernah digambarkan di novel Bulan, seperti bangunan di atas permukaan yang di bawahnya hutan belantara, kapsul terbang, bahkan beberapa nama juga familiar seperti Tamus, Hana-Fara-Tana, ILO, ILY, Ev, dan Av. Hanya saja resikonya selama membaca novel Selena, aku tidak menemukan ketegangan seperti pada seri-seri sebelumnya. Simulasi bertarung dengan robot ataupun menyusup dan mengambil barang diam-diam di ruang dosen tidak bisa menandingi deg-degannya kejadian di Klan Bintang atau waktu bertemu dengan Ceros dan Batozar. Aku juga menunggu banyolan-banyolan seperti Ali yang tidak kutemukan di buku ini. Satu-satunya part lucu yang kutemukan hanya ini :
"Terdengar suara tepuk tangan pelan dari D-100--itu suara rekaman tepuk tangan, bukan tepuk tangan sungguhan. Drone itu tidak punya tangan." (hal. 185)
Maafkan aku yang berekspektasi terlalu tinggi ini. huhu. Tapi itu belum seberapa. Yang bikin makin kesel, setelah membaca buku ini, kenapa jadi timbul banyak pertanyaan yang nggak kutemukan jawabannya? Pertanyaan receh macam, "mengapa hanya Selena yang namanya lebih dari 3 huruf?" atau "sebenarnya Paman Raf adik atau kakaknya Jem?" karena ada ketidak-konsisten-an di halaman 17 disebutkan Ibu Selena punya adik, tapi di halaman 18 Paman Raf menyebut Jem itu adiknya. Aku juga sampai menerka-nerka jangan-jangan Mata dan Tazk ini adalah orang tua dari Raib atau Ali. Keduanya memiliki sifat yang mirip dengan kedua anak itu. Atau jangan-jangan Miss.Selena adalah orang tua dari salah satunya? Semoga rasa penasaranku ini akan tuntas di buku Nebula. Tolong jangan ada kata "bersambung" lagi diantara kita ya, Bang Tere.

Buku ini sepertinya memang ditujukan untuk bacaan anak usia remaja. Akan tetapi kalau menurutku orang dewasa dan orang tua pun masih cocok kok membaca buku ini. Selain menghibur, banyak pesan-pesan tersirat yang bisa kita jadikan pelajaran, bahkan dijadikan pembelajaran untuk anak-anak kita kelak.
Hal positif yang bisa kita ambil dari cerita Selena salah satunya adalah jadilah yang terbaik untuk diri sendiri seperti yang dicontohkan Tazk. Jangan sampai ambisi untuk menjadi yang terbaik justru membuat kita merugikan orang lain. Selain itu, tidak ada kata terlambat untuk bisa menguasai sesuatu. Selama ini menjadi guru Matematika di Klan Bumi, siapa yang menyangka ternyata Miss. Selena baru belajar berhitung di umur 15 tahun.
Mengutip kata-kata Aq, "Tidak ada salahnya dicoba. Kata orang bijak, kita akan lebih menyesal jika tidak melakukan karena takut, dibanding melakukan meskipun gagal." (hal. 63)

Nasihat itu langsung kupraktekkan sekarang, meski injury time, dan meski sudah lama berhenti menulis, aku tetap mengirim resensi ini. Yang penting aku sudah mencoba. Kalian juga harus begitu ya, mari kita bersemangat---- melanjutkan resensi novel Nebula, hihi.

Sampai ketemu sebentar lagi :)

Kamis, 07 Juli 2016

Teruntuk : Seorang Asing Yang Kepadanya Ingin Kumenjadi

Teruntuk : Seorang asing
Dari : Pemujamu


Hai.
bisakah suatu waktu kita bertukar, aku menjadi dirimu?
Tidak, tidak perlu berlama lama jika kau tak ingin.
Semenit saja. Boleh?

Mungkin ini akan sedikit menyakiti dirimu yang sedang pindah didiriku
ketika aku sedang menjadi dirimu.
bisakah kau tahan sebentar saja? Bisa?

Aku akan sangat senang jika kau mengiyakan.
Bukan, bukan apa-apa.
Tak akan kusalahgunakan.

Lihatlah dia.

Aku hanya ingin bisa menggenggam tangannya barang sejenak,
merasakan tangannya yang mendekap memeluk hangat barang tiga detik,
mencium pipi sekaligus keriput tipisnya meski sekilas,
dan berkata bahwa aku selama ini mencintainya tanpa pernah kukata.

bisakah kau bantu selagi ada waktuku?
Aku takut aku tak akan pernah punya kesempatan jika tak menjadi kamu.

Begitulah.
Salam,
Yang ingin menjadi asing hanya agar dapat bergandengan tangan dengannya yang sudah tua

Sapu-Sapu BLOG! :)

Lagi-lagi menyapa di dini hari yang sepi :(
Hello! Happy Ied Mubarrak 1437 H yah teman maya, semoga amal ibadah kita selama ini diterima, menjadi makhluk yang lebih baik dan lebih taat lagi, aamiin ^^

Mengapa saya memutuskan untuk sapu-sapu blog? karena saya mulai berpikir bahwa saya butuh untuk kembali menulis. Butuh ruang untuk mengungkapkan apa yang menari dipikiran, yang menuntut untuk dicurahkan, yang semuanya tidak bisa saya publish begitu saja di facebook atau instagram saya. Blog adalah jalan paling aman yang saya bisa lakukan atau saya akan gila, wkwk. *Naudzubillah*
Saya berharap, sekarang saya bisa lebih bijak menggunakan blog, bisa istiqomah *ceileeh..
Setidaknya, apa yang saya tulis, meski belum tentu ada yang membaca, bisa tetap bermanfaat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Hihi, akhir kata, doa dari seluruh warga maya sangat saya butuhkan demi keberlangsungan blog reborn yang akan saya canangkan secepatnya ini. AZAZAZA FIGHTING! ~~~\o/

Permasalahan pertama yang saya dapatkan baru saja, harus menulis apa saya setelah inii? aaaaaaa helep helep! Oke, perlahan-lahan akan saya pikirkan. Seperti tips saya beberapa tahun lalu, untuk memulai ajeg dalam membuat postingan adalah tulislah apapun yang saya suka. Oke. akan saya coba terapkan, hihi.

See you in next post everyone, I WOLF YOU, RAWR!

Selasa, 06 Mei 2014

Cerita Senja : Matematika


Apa lain yang bisa menjelaskan mengapa semua organis di dunia ini diciptakan bertentangan?

Apa jawabannya bisa terjawab selain dalam kitab?

Apa pandangan kognitif dapat memberi penalaran bahwa kutub yang berseberangan akan selalu tarik menarik jika itu bukan magnet?

Apa lembaran takdir bisa dusta ketika Tuhan berkata kita berkesempatan bersama? tak peduli sementara atau selamanya?

Apa jawabannya ada tertera selain di dalam kitab?

Enam puluh menit kali belasan telah dihabiskan.
Seratus delapan puluh hari terlewati.
Enam hari yang ada tak pernah terasa.
enam pangkat ratusan doa dalam lima kali sujud satu nama tersebut.

Kamis, 06 Februari 2014

Cerita Senja : Ikan Hiu & Gadis Korek Api

Masih di musim penghujan. Belum lewat. Jalan masuk gang seperti biasa banjir. Rutinitasnya juga masih sama, pengendara motor yang lalu lalang bermantel, anak-anak pulang sekolah kesorean-kehujanan, dan tetangga berlarian dengan ember mengejar cuciannya yang hanyut terseret air. Oh, ada tambahan, kali ini anak kos depan sedang sibuk mengabadikan banjir dengan kamera ponselnya, entah untuk apa. Aku memandang semua dari balik jendela. Cokelat panas, hujan, payung teduh, dan melamun. Perpaduan pas untuk sore hari yang basah. Bisa kau kaitkan sendiri keempat kata itu? Iya. Hangat :)


Kisah pertama
Waktu itu aku sedang duduk di gazebo atas tebing sebuah pantai. Niatnya menanti matahari terbenam. Angin sepoi, dan seperti biasa, aku hanya menghabiskan waktu untuk berdiam. Hei, berdiam termasuk kata kerja kan? Hahaha. Di depanku berdiri dua orang, laki dan perempuan. Keduanya menghadap kearah awan, membelakangiku. Mereka berbincang hal yang sama dengan apa yang kubincangkan dengan hatiku. Kecewa, karena matahari ditutup mendung, padahal tadi cerah. Ternyata matahari pun bisa dusta. Bedanya, kecewaku terobati dengan melihat mereka. Seru sekali. Perbincangan yang awalnya membuatku ragu menerka status mereka.

“Eh, liat deh, biru banget airnya.” Teriak lelaki itu sambil menunjuk ke bawah.

“Iya, masih jernih ya. Ah, tapi pasti nggak lama, dua tahun lagi, udah banyak sampah.” balas wanita disebelahnya.

“Iya, padahal keren banget kalo masih bisa jernih kayak gini, keliatan batu-batunya.”

“Semoga aja deh. Coba semua yang datang kesini bisa pada sadar buat enggak buang sampah sembarangan ya. Pasti kita bisa liat hiu yang datang, haha”

“nggak mungkin, liat deh.” kata lelaki itu sambil menunjuk beberapa sampah plastik bekas makanan dan botol aqua yang sudah teronggok manis di sela semak-semak menuju pantai. 


Kisah kedua
Aku bertemu mereka lagi di jalan setapak parkiran. Mereka tertawa terbahak-bahak sulit berhenti. Aku baru tau penyebabnya ketika mereka menceritakan apa yang mereka alami pada bapak paruh baya penjaga pantai, dan aku ngggg... mengupingnya. Ugh, akhirnya harus kuakui! haha. Mereka terpeleset tanah licin karena ada genangan air. Hei, mereka terjatuh tapi bisa tertawa. Aku sengaja berjalan di belakang mereka agar bisa mendengar lebih jelas.

“Kenapa tadi aku malah ketawa ya?” tanya wanita itu.

“Iya ah kamu itu, padahal tadi aku udah khawatir takut kamu kejepit.” Sahut lelakinya.

“Haha, untung aku bisa langsung loncat turun ya, keren banget refleknya.”

“iya keren, tapi sampe lupa nolongin. Ambil tas aja pake disuruh.” Kata laki-laki itu sambil pura-pura kesal.

“Hahaha, iya ya. Aku bukannya nolongin malah ketawa. Duh, nggak peduli banget ya aku.”

“Iya egois kamu tuh.”

“Iya aku egois, maaf ya.” Wanita itu terlihat agak kesal dengan perkataan laki-laki disebelahnya.

“Haha, nggak papa. Besok belajar lagi pedulinya. Lagian tadi aku juga nggak kenapa-kenapa, malah ikutan ketawa.”

Senin, 06 Januari 2014

Cerita Senja : 6

 "Aiisshhh sial! " teriak perempuan itu. Lelaki disebelahnya menoleh, sedikit tersenyum, iya sedikit saja, selebihnya hanya alisnya yang berubah posisi, semakin mengkerut.
Perempuan itu menoleh sekilas, dan langsung membuang pandangannya ke depan. 
Ck! Sial!

"Udahlah." Akhirnya lelaki itu membuka suara, sekata saja. Perempuan disebelahnya menoleh, tersenyum totalitas tapi getir.
"Kenapa jalan takdirnya harus kayak gini ya? Kenapa harus hari ini sepatunya rusak? Kenapa tadi harus buru-buru cari sandal? Kenapa harus nggak dipakai helm-nya? Kenapa akhirnya senja enggak muncul seperti yang diharapkan? Kenapa harus mendung? Kenapa akhirnya harus ketemu sama.. Arghhh.. coba kalo tadi nurut apa yang kamu bilang." Perempuan itu meracau panjang lebar. Lelaki disebelahnya hanya menoleh (lagi). Tersenyum.
"Udahlah."

Rain Cloud