Beranda

Kamis, 21 November 2013

Cerita Senja : Tiga Momen Pertama

Momen kedua
"Ben.."
"Hmm..."
"Kamu tau kenapa banyak orang yang nggak suka sama kamu?"


Momen pertama
"Heh kamu (tiba-tiba ada yang jatuh dari atas pohon), nah kan, baru juga mau nyapa, buahnya udah cemburu duluan, hahaha"
"Hahaha, Plank, kenapa ikanku mati cepet ya?"
"Udah jadi dikasih plupuk-plupuk?"
"Udah, atau perlu kutambah filter ya? Tapi aquariumku kecil, nggak ada tempat."
"Iyasih, ganti aquarium aja."
"Aku tambah filter aja, nanti filternya kutaruh di luar aquarium."
"Terus nanti gimana?"
"Ya biar nggak sempit selangnya aku taruh luar juga."
"Lah, dihubungin kemana? kan airnya harus muter."
"Di taruh keluar jendela aja selangnya."
"*bzzzz*"


Momen ketiga
Suatu senja pertama, aku yang waktu itu memulainya

Demi apa sorenya cantik banget, orennnn! :'D
*message sent*

*message received*
Hahaha, kamu lagi menikmati senja juga? Tadi sebelum ini lebih bagus lagi, Ben, lebih kuning..


Iyaaaa, aku baru aja masuk kamar, keren banget diliat dari jendela kamar :))
*message sent*

*message received* 
Hahaha, ini aku malah liatnya dari taman kampus, lomantis :)


Baiklah, syelamat menikmati senja kakak, jangan lupa maghriban, hoho...
*message sent*


Suatu senja kedua, kamu yang waktu itu mengawalinya

*message received* 
Senjaaaaaaaa

Iyaaaa, aku lagi-lagi liat dari jendela kamar, kuning romantisss :'p

Katanya tadi pake pelangi juga ya kak, aku nggak tau :(
*message sent*

*message received*
 Iyaaa katanya, tapi aku juga nggak liat..


Nanti kapan-kapan semoga kita bisa liat senja bersamaan ya Plank... 
*loading*not sending*clear text*

Selasa, 05 November 2013

Menyapa Tuhan Kepagian :')

Selamat pagi Tuhan :)

Hahaha, Kamu tau, aku lagi-lagi menangis. Ini sudah hari ketiga, rekor pertama Tuhan, tiga hari berturut-turut. Entah, aku selalu nyaman bila harus mengingatMu disaat seperti ini. Bukan, bukan berarti aku hanya mengingatMu waktu sedih datang saja. Aku hanya lebih bisa merasakan pelukanMu yang begitu dekat, sejengkal saja, walau tak kasat mata :')

Oh iya, Aku sudah membuatMu bangga kah? Atau masih belum? Ini bagian paling susah Tuhan. Sebagai sosok wanita yang Kamu ciptakan, aku belum bisa menjadi sekuat yang Kamu harapkan. Jelas, hatiku tidak kekar, tampungan air mata juga tak cukup besar, apalah lagi yang bisa kulakukan selain menampungnya diluar?

Kemarin, Aku merindukanMu. Amat sangat. Melihat awan yang tak berbatas, lautan yang begitu luas, deburannya yang merdu, sawah hijau yang terlihat megah, diakhiri dengan hujan yang menggeliat perlahan tapi deras. Aku berada diantara mereka, Tuhan. Aku merasakan lagi-lagi Kau begitu dekat. Hahaha, itu pasti bentuk antisipasiMu kan, karena tahu sesaat lagi aku akan mengingat masa-masa menyakitkan yang pernah ada?
Iya, kamu selalu benar, Tuhan. Aku mengingatnya. Semua. Terlihat jelas. Terasa nyata. Semua. Dan saat itu Kamu lagi-lagi memintaku untuk memaafkan kan? Iya, aku selalu berusaha kok. Percaya saja.

Aku banyak bersyukur kemarin, untuk segala hal yang kujumpai sepanjang jalan. Aku sedang belajar Tuhan. Tentang keikhlasan, penerimaan, dan belajar untuk lebih kuat dari sebelumnya. Harus. Bukankah kataMu aku harus sedikit menyayangi diriku? Hehehe. Nanti, kelak jika aku sudah berhasil menguasai ikhlas dan lebih kuat, Kamu harus janji akan memberikan senyumMu saat aku bertemu denganMu ya?

Yasudah, sudah hampir jam tiga. Aku sudah harus menghampiri tempat tidurku walaupun aku masih ingin terjaga menyapaMu. Terimakasih ya, untuk dua puluh tiga tahun selama ini, Terimakasih karena telah melimpahkan banyak orang baik untuk menjaga. Terimakasih untuk kasih sayang yang begitu hebatnya.

Selamat Pagi, Tuhan :)
Jangan pernah lelah mengingatkanku untuk selalu merinduMu,
Aku menyayangiMu, teramat sangat.


Jumat, 01 November 2013

Hati Yang (Dipaksa) Mati


Seorang datang. Menenteng sebungkus paku.
Tak terhingga jumlahnya.
Satu per satu, dilemparkannya ke arah hati,
bak pemanah handal tepat sasaran,
meleset pun tak pernah keluar dari perasaan.
Lalu hati pun penuh lubang.
Darah berkubang.

Seorang lain datang. Membawa palu ukuran besar.
Satu saja, tapi cukup kuat untuk membuat remuk sekitar.
Sekali dihantamkannya ke arah hati,
bak tukang kayu yang memotong lihai hasil jarahannya.
Sekali pukul perasaan berdebam.
Lalu hati memar-memar.
Luka menganga di dalam, dalam.

Beberapa orang lain datang, rombongan.
Tak membawa apa-apa,
Lewat begitu saja.
Melontarkan ludah yang entah berapa tahun ditahannya.
Meludahkan kata-kata yang sepantasnya diumpat manja.
Menghakimi hati yang jelas sudah tak bernyali.
Membunuh tiada henti,
Menghabisi.

Rain Cloud