Beranda

Jumat, 23 September 2011

Episode tentang Pria Langka

Pagiii... Apa kabar harimu? semoga menyenangkan yah!!  :D
Okey, dini hari seperti biasa, rasa-rasanya ingin segera berbagi cerita ini, beberapa hal yang menurutku menarik dan well, LANGKA! hahahaha.. semoga julukanku nggak terlalu berlebihan.
Allright, makhluk yang namanya lelaki, dimana-mana yang aku tau, terkadang sering menutupi ketidakmampuannya dengan ke (sok-sok) mampuan, keburukan dengan kebaikan, kelemahan dengan kekuatan. Sampai terkadang, tak sedikit para wanita yang bilang kalau pria lebih suka menjaga image dibanding mereka.
Tapi pandanganku nyaris berubah penuh, gara-gara ada orang yang nyasar jadi temenku. Kenapa? karena sepertinya jarang-jarang ada makhluk kayak gini, hihihiii. Sebut saja ingus. Nama samaran, buruk, seburuk orangnya, ahahaha...
Ingus ini teman yang aku kenal penuh dengan kejutan. Bukan karena dia sering ngasih aku hadiah atau surprise yang bisa bikin aku teriak so sweet dan sejenisnya, tapi karena kejutan dia hanya berupa cerita. Sepotong cerita pendek yang mengagumkan. Asli!
Akan aku jelaskan alasannya. Pertama, dia teman yang sangat melindungi ibunya, tapi alasan yang dia katakan bukan karena beliau orang yang melahirkan, sudah merawatnya, atau karena surga ada di telapak kaki ibu. Bukan, sama sekali bukan itu. Tapi sangat tak terduga, dia begitu mencintai sosok ibunya, karena ibunya berani meninggalkan ayahnya untuk kehidupan yang lebih baik. Hanya karena ibunya masih mau mengakui dan melindunginya sebagai anak setelah sekian banyak minuman keras, kebandelan, dan kebrutalan yang dia lakukan. Dan salutnya, karena ibunya telah membiarkan dia memilih agamanya sendiri, agama yang justru peninggalan ayahnya (ayahnya yang punya keasikan tersendiri ketika memukul punggungnya, atau mengikatnya di dalam kamar dan meninggalkannya bermain judi).

Sabtu, 19 Februari 2011

Temukan Kebahagiaan Dengan Teh

Tadi malam, (eh, malam apa sore ya, lupa! hehe..), saya iseng melakukan kebiasaan lama kalau lagi sendirian di rumah. Saya akan ceritakan dengan sedikit gaya dramatis,ahaha.. Mulai dari berkeliling rumah, lalu nyasar ke dapur, dan terpikir buat ngambil gelas kosong, dan membubuhi gula, lalu menuangkan air panas di dalamnya. Setelah itu mengambil teh celup dari dalam kotaknya, dan meletakkan ke dalam gelas.
Saya jadi ingat, sejak SMP, kebiasaan itu begitu sering saya lakukan diiringi dengan kebiasaan saya begadang atau karena memang tidak bisa tidur. Dulu, saya tidak akan bisa tertidur sebelum saya minum teh lebih dulu. Tiba-tiba saya berpikir, segitu dahsyatnya ya kekuatan teh buat saya pribadi, apa buat orang lain sama halnya? Saya cek-cek dan browsing, ternyata benar. Khasiat teh begitu banyaknya dan macamnya. Kita bisa temukan teh gingseng, teh hijau, teh hitam, teh tarik, sampai teh celup yang sudah banyak dijual di pasaran. Seorang teman saya justru sering sekali mengajak saya kuliner teh, mencoba berbagai minuman teh di berbagai warung hanya untuk bilang, ”ini rasanya teh jawa”, atau ”mantap banget deh teh naga-nya”. Sering juga dia bilang, ”ini sih teh sariwa*** biasa”. Yahh, i got it! Poin kedua, ternyata ada orang yang juga begitu menjiwai minum teh. Kalau ayah saya, paling suka teh melati, sedangkan ibu saya paling suka teh dengan gula batu, atau teh tawar. Mungkin dari situ juga saya jadi menuruni bakat penjiwaan teh. Apalagi kalau sedang sakit, obat paling mujarab untuk sembuh cuma satu : teh panas campur jeruk nipis buatan ibu saya. Bisa dicoba dan dibuktikan,ehehe..
Di Jepang, sehari-hari masyarakat "Negeri Sakura" akrab dengan teh hijau dan mengasupnya sesering kita minum teh hitam. Begitu dalamnya filosofi teh dalam budaya Jepang. Bahkan, mereka punya upacara minum teh.

Rabu, 02 Februari 2011

[Episode 2]

Gontai. Hari ini Ara enggan kemana-mana. Langsung kembali menaiki bus dengan jalur yang sama seperti tadi, kembali. Merencanakan ulang apa yang harus dilakukan di sisa jam nanti, agar tak terasa perut yang lapar, agar tak terdengar cacing yang berdendang. Hmm... tidur seharian sampai maghrib? atau membaca beberapa novelnya untuk kelima kali? atau... apa lagi?
Hhhh..
Hembusan nafas itu kembali, masih ditempat duduk yang sama. Ibu, sampaikan pada Tuhan, aku membutuhkanmu, Ibu...
Lagi-lagi disambut dengan jalan becek, gang sempit, dan gerombolan anak-anak berseragam merah putih yang lesu sepulang sekolah. Kesibukan warga sekitar yang memang sengaja dipekerjakan oleh juragan angkringan mulai terlihat. Membuat adonan gorengan, memotong daun pisang untuk bungkus nasi, diselingi dengan celoteh dan berita terbaru dari sebuah infotainment di televisi yang sengaja di putar keras-keras agar semua yang bekerja bisa mendengar.

Minggu, 30 Januari 2011

Mata Malaikat Dari Bapak

 [dedicated for Bantul earthquacke victims]

AllahuAkbar... AllahuAkbar!”
Teriakan para tetangga semakin terdengar keras seiring bunyi suara puluhan telapak sandal yang berlarian ke arah utara. Semua warga mencoba untuk keluar rumah dan menyelamatkan diri masing-masing. Untung-untung masih ada yang sempat mengingat anggota keluarganya yang tertinggal.
“Bapak...” lirih suara itu terdengar dari dalam rumah semi modern yang sudah tidak berbentuk karena halaman depannya dipenuhi reruntuhan.
“Simbok...” sekali lagi suara itu terdengar pelan. Merintih. Sia-sia. Di depan matanya nyaris tak terlihat lagi cahaya selain tumpukan bebatuan. Yang dipanggil tak satupun yang menyahut. Untuk kedua kalinya tubuh mungilnya tergoncang karena getaran bercampur dengan tangisan. Bocah duabelas tahun itu sangat ketakutan.

Jumat, 28 Januari 2011

[Episode 1] Ini tentang Cemara!

Aku hanya ingin mencintaimu.
selalu. dengan sederhana.
tak bersyarat.
tak berderajat.

Bait puisi itu tak henti-henti bergaung dalam pikiran Cemara. Ribuan kali kertas lusuh yang tersimpan rapi dalam buku harian terakhirnya itu dibacanya. Bahkan Ara tak perlu lagi membacanya teliti, karena setiap kata disetiap spasi itu telah dihafalnya. Fasih. Diluar kepala. Satu-satunya puisi yang paling dia gemari, selama hidup mungkin. Tak pernah ada dalam kamusnya untuk berubah menjadi seorang pribadi romantis, yang mengumbar kata-kata "menye-menye", yang berusaha terharu dengan sajak-sajak tiap kalimat yang biasanya justru memunculkan banyak persepsi. Satu orang, satu persepsi. Buatnya itu sulit dimengerti. Ara lebih suka tanpa basa-basi. Apapun, lebih baik langsung menuju pada masalah inti. Tapi selembar puisi itu lain. Puisi itu bisa disebut istimewa, walaupun untuk mengetahui seberapa besar keistimewaannya harus diawali dengan kata t-e-r-l-a-m-b-a-t.

Rain Cloud