Beranda

Selasa, 29 Oktober 2013

Jalan Pulang, Bertiga :)




"Nanti kalian harus mengantarku ke bandara kalau aku udah nggak bakal balik ke Jogja lagi." Kalimat itu selalu diulang olehnya, apalagi sejak kami mulai dihadapkan dengan tugas akhir, kalimat itu makin sering saja ia kumandangkan.
"Kamu bakal balik, Jogja kan ngangenin. Ada aku juga." Jawabku bercanda kala itu. Tidak terlalu kupikirkan, karena aku tahu kami masih akan lama terpisahkan.

Sayangnya waktu tidak punya toleransi. Terus berlalu, jahatnya, lebih sering tidak kami sadari. Tugas akhirku selesai, disusul dia, lalu Faa. Kami semua akhirnya bertoga. Dan takdir mulai membayangi perpisahan kami yang sebentar lagi akan terealisasi.

Besok Selasa aku pulang.
Isi pesan singkatnya itu akhirnya menyadarkanku. Kami tidak mungkin bisa bertemu lagi setiap hari. Aku tersenyum, sambil ingin menangis. Teringat lima tahun lalu. Teringat segala yang hal  pernah kita alami. Teringat berbagai kejadian konyol tapi mengharukan yang selalu kita bagi. Bertiga. Aku, kamu, dan Faa. Teringat tentang kami.
Kamu pernah bilang, dimanapun kita semua berada, walaupun di tempat yang berbeda-beda, kita tetap bersama. Tidak akan pernah ada yang lupa arah menuju hati masing-masing.

Selasa sore itu, aku dan Faa menghampirimu, ditempat yang memang selalu kamu deklarasikan, tempat terakhir dimana kita akhirnya bisa berpelukan lama. Lagi-lagi bertiga. Sambil menunggu pesawat tiba, kita menghabiskan waktu dengan bercerita nostalgia. Sesekali tertawa.

"Baik-baik ya. Sukses buat kita semua. Kabarin kalau ada apa-apa". Itu, salah satu kalimat terakhirmu yang kuingat sebelum akhirnya kamu meninggalkan lobi bandara.

Itu beberapa bulan yang lalu.
Kamu tau? hari ini aku terasa sangat merindukanmu, merindukan Faa, merindukan kita. Kita yang akhirnya jelas sekali berjauhan mata.
Kalian baik-baik saja kan disana? Semoga kalian selalu dilimpahi bahagia ya, dan semoga Tuhan segera memotong jarak agar kita dapat cepat bersua :')

Dulu mungkin aku sempat lupa, lupa mengucapkan terimakasih dalam bentuk kata. Padahal kebaikan kalian padaku begitu besar sebesar dunia. Sekarang, terimakasih ya :)

Dimanapun kalian saat ini, kita tidak akan pernah lupa jalan pulang kan? Jalan pulang untuk saling mengunjungi. Jalan pulang untuk menjadi kembali tiga suatu hari.


Salam dariku, yang sedang meraba jalan pulang, penuh kecup palsu,


Senin, 16 September 2013

Aku Kidal


AKU KIDAL!

Aku tidak pernah menutupi soal kekurangan ini. Aku kidal. sudah sejak kecil, sejak awal mula aku bisa memegang sesuatu. Sejak awal aku belajar mengaktifkan tangan-tanganku. Bukan salah siapa-siapa. Orangtuaku bahkan sudah berusaha begitu keras untuk mendidikku agar aku bisa seperti yang lain, bertangan kanan sehari-harinya. Tapi nyatanya tidak semudah yang diharapkan. Aku berujung tetap menjadi si Kidal. Yang jelas yang aku tau aku tidak diajarkan untuk berkidal dalam hal kejahatan, keburukan, dan kriminalitas. Selesai.

Sayangnya, hidup tidak seramah itu. Tangan mengundang banyak perhatian ketika harus memasuki dunia pendidikan. Tangan seolah-olah menjadi satu-satunya fokus yang ingin selalu dikritisi. Beruntungnya, aku kidal. Dan dipaksa untuk menjadi pusat perhatian. Sejak sekolah dasar sampai tingkat lanjut, semua komentar.

Aku sudah cukup kenyang. Mulai dari demam berhari-hari, tekanan dari sana sini, sindiran, dianggap tangan kotor, dan ahh suruhan-suruhan yang kadang aku rasa kurang sopan. Tapi saat itu aku selalu percaya seiring waktu, orang akan memandang positif kekurangan ini. Ataupun tidak, setidaknya mereka tidak akan berkomen sinis atau memandang sambil memicingkan mata.

Aku salah. Hari ini opini itu runtuh. Ternyata umur tidak menjanjikan apapun untuk mengubah sudut pandang seseorang. Berada di lingkungan kaum intelektual tinggi justru itu terjadi. Padahal seseorang yang menegur itu sudah selesai disertasi, tapi ternyata untuk urusan tangan saja kritisasinya masih tidak ilmiah. Membawa-bawa tuntutan agama seakan aku pendosa kelas kakap.
Oke, hentikan. Aku malas membicarakan orang yang sudah menghina, biar itu jadi urusan dia dan pertanggungjawabannya kedepan.

Aku cuma ingin sedikit klarifikasi, bahwa kepribadian, sifat seseorang, tidak selalu, dan bukan satu-satunya ditentukan dari penggunaan tangan kan? Jadi jangan sekali-kali memvonis sesuatu yang belum pasti.
Dua, aku dan kamu, kita, kalian, masing-masing punya kekurangan dan kelebihan yang Tuhan sudah tetapkan. Tugas kita itu menerima, ikhlas, dan selalu memperbaiki diri. Setelah sekian lama banyak diperlakukan macam-macam terkait dengan ke-kidal-an, jadi aku bisa membedakan mana pertanyaan yang tulus, yang benar-benar tidak tahu, yang menghujat, atau memuji. Jadi, jangan salahkan jika suatu saat kita bertemu, dan aku mengabaikan kalian karena kalian tidak menyukai kidal-ku. Aku tidak pernah marah dengan semua perlakuan orang terhadap tanganku. Aku hanya lebih nyaman untuk mengabaikan mereka :)

Ini aku sertakan sedikit bukti bahwa kidal memang suatu kekurangan, tapi bukan keburukan.


ini yang artikel internasional, pembahasan mereka justru berbanding terbalik dengan yang disampaikan yang mulia pak dosen di sekolah :)


Semoga bisa dimengerti.
Sejauh ini aku baik-baik saja meski aku kidal.

Minggu, 15 September 2013

Aku Takut Mati, Tapi Aku Mau

"Gerimis, faa." kataku malam itu. Ketika lampu sorot sejenak memperlihatkan keanggunan rintikan air yang turun menjadi berwarna ungu. Aku diam, fokus ke depan, melihat tampilan salah satu kelompok akustik yang sedang bermain di depan.
"Coba deh kamu lihat ke atas." balasnya. Aku mendongak.
Awalnya aku tak mengerti. Tapi kucoba sebentar lagi. Melihat awan yang tanpa bintang, tidak kelam tapi jingga. Membiarkan muka dihela tetes air lembut.
"Gimana, enak kan?" katanya lagi, menanyakan reaksiku yang sudah cukup lama tak berkata.
"Aku jadi kepengen nangis, faa." kataku pelan. Sambil tertawa sedikit.

Faa tahu aku menyukai hujan, mencintai hujan. Tapi baru kemarin aku paham satu lagi bagaimana cara sederhana menikmatinya. Faa yang mengajarinya. Cukup berani berdiri dibawah hujan, dongakkan kepala ke atas, dan ingatlah apa yang ingin kamu ingat. Marahlah untuk sesuatu yang kamu ingin marah. Keluarkan segala yang kamu rasakan. Cukup dengan pejaman mata, dan semua akan tersampaikan pada Tuhan dengan sempurna :)


Kamis, 12 September 2013

Aku Kluntruh


Kluntruh.
Asa semacam luruh, jatuh.
Apa yang dirasa selalu saja berbukit,
naik turun, tidak stabil.

Sedetik lalu, asa dalam kepala dibuat mengambang, senang.
Semenit selanjutnya, asa di hati terkoyak tanpa kompromi.

Bila mata berfungsi seperti seharusnya,
bisa aku meminta tidak lagi-lagi kamu bersisian dengannya walau sesenti?

Bila telinga berfungsi seperti kehendaknya,
bisa aku meminta jangan lagi-lagi keluarkan predikat kedekatan yang aku tak punya?

Jumat, 06 September 2013

INGIN MAU BISA TIDAK!

TIDAK INGIN
TIDAK INGIN
TIDAK INGIN
TIDAK INGIN
             TIDAK MAU
             TIDAK MAU
             TIDAK MAU
             TIDAK MAU
TIDAK BISA
TIDAK BISA
TIDAK BISA
TIDAK BISA
                          INGIN MAU BISA
                          INGIN MAU BISA
                          INGIN MAU BISA
                          INGIN MAU BISA

Minggu, 01 September 2013

Antara Aku dan Kamu


Setidaknya jarak yang ada dari aku menuju kamu dilengkapi tombol Undo dan Backspace,
untuk mengembalikan momen yang menyenangkan tapi sudah lewat,
dan untuk memutar balik momen ketika aku bisa bertemu mata dan membagi senyumku padamu...

Setidaknya jalan antara rumahku dan rumahmu dilengkapi satelit penangkap sinyal,
agar aku tau ketika kamu akan datang mendekat dan ingin menghampiriku tapi malu...

Minggu, 21 Juli 2013

Say Hai, Hallo, again :))

Ahlan wasahlannnn ukhti akhi, umi abi, ayah bunda, jelekwan dan jelekwati semuanyahh? (--,)>

Apa kabar blog? sudah lama sekali ya kamu kutinggalkan, padahal novel yang kubeli dan (belum) kubaca semakin banyak saja. Apa mungkin aku sudah menduakanmu? Ahh.. kupikir tidak, bagaimana bisa aku menduakanmu dengan statusku yang lajang ini *terdengar suara clurit disabitkan* *darah mengucur deras* *dan ternyata cuma mimpi* *mimpi saja tahu aku melajang* wakakakaka.. oke hentikan!

Sebenernya aku berniat untuk kembali meresensi beberapa novel yang baru saja kubaca sih. Apalagi beberapa waktu lalu aku kembali membeli novel dengan judul hujan *mata berlinang berlian*. Tapi tapi tapi, apadaya, tingkat males sudah melebihi puncak monas, ada saja yang menghalangi buat mengetikkan email, menulis pasword aneh yang panjang itu, lalu meng-klik gambar pensil dan mulai menyelamimu :p

Makannya, semoga ini juga bisa ya jadi tips buat kalian semua yang baca dan mengalami hal yang sama (baca: serangan malas akut tanpa alasan). Aku berusaha untuk melakukan langkah pertama sampai akhir tadi, sampai pada kotak kosong yang harus aku tulisi. Nah, yang membedakan adalah apa yang aku tulis. Untuk menumbuhkan minat kita kembali, bisa dengan menyampah seperti ini. Ceritakan apa saja, apapun yang ingin kamu tulis, setidak penting apapun. Tulis terus menerus sampai kamu tidak merasa terbebani dengan keinginanmu untuk mem-posting tulisan di blog. Nah, setelah jadi tulisan gak penting mu, tunggu hasilnya besok pagi. Jika kamu masih merasa malas menulis, lebih baik kamu jadi tukang jagal sapi aja *rawrrr*

Nah, semoga tips tadi bisa cukup membantu ya. Kalau enggak membantu juga nggak papa, mungkin blog ini belum punya bakat jadi babu, wkwkwkwk :p

Supaya kelihatan agak berbobot, berbebet, dan berbibit, aku kepingin meninggalkan pembahasan simpel mengenai rasa bangga atas bangsa kita *wussssssshhhhhh*

Tadi sehabis sahur, demi menjaga berat badan agar tetap ideal, aku memutuskan untuk memilih TV daripada kasur *dan enggak memilih blog, sori banget ya blog, plis maafin aku*. Seharian tadi, berita di televisi isinya kebanyakan bersenandung tentang club liverpool yang akan berlaga lawan indonesia. Miris. Banyak orang Indonesia yang justru mendukung club manusia berhidung besar itu, dan dengan menggebu-gebu begitu hafal nama-nama pemain yang dilafalkannya saja sesusah mengeja huruf hijaiyah. Selain itu, mereka adu mulut tentang berapa skor yang pantas untuk liverpool mengalahkan indonesia, kebanyakan opinipun mengatakan dengan yakin diatas 5. Disatu sisi merasa malu aja punya masyarakat yang justru tidak membela tim bangsanya sendiri, di satu sisi lain, kasihan juga para anak-anak bangsa yang bersusah payah mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. Mereka dinodai dengan orang-orang sebangsa sendiri yang mungkin justru tidak punya semangat juang segedhe itu. Hufffhh... Pffttt *sok anak ababil* :D

Segini dulu deh sampahannya, aku enggak suka nonton bola, jadi nggak bisa komen banyak. Tapi setidaknya aku sadar masih punya rasa nasionalisme buat bangsaku dengan kemirisanku tadi. Walaupun sekedar kemirisan, semoga bisa membantu banyak. Kalaupun tidak membantu, mungkin aku memang enggak punya bakat jadi babu *recall* :))

Salam hangat untuk keluarga berencana Indonesia,
Aku pamit dulu ya,
Selamat berpuasa, selamat buka puasa, selamat sahur lagi, selamat lebaran #rapelan :p

Rain Cloud