Beranda

Kamis, 06 Februari 2014

Cerita Senja : Ikan Hiu & Gadis Korek Api

Masih di musim penghujan. Belum lewat. Jalan masuk gang seperti biasa banjir. Rutinitasnya juga masih sama, pengendara motor yang lalu lalang bermantel, anak-anak pulang sekolah kesorean-kehujanan, dan tetangga berlarian dengan ember mengejar cuciannya yang hanyut terseret air. Oh, ada tambahan, kali ini anak kos depan sedang sibuk mengabadikan banjir dengan kamera ponselnya, entah untuk apa. Aku memandang semua dari balik jendela. Cokelat panas, hujan, payung teduh, dan melamun. Perpaduan pas untuk sore hari yang basah. Bisa kau kaitkan sendiri keempat kata itu? Iya. Hangat :)


Kisah pertama
Waktu itu aku sedang duduk di gazebo atas tebing sebuah pantai. Niatnya menanti matahari terbenam. Angin sepoi, dan seperti biasa, aku hanya menghabiskan waktu untuk berdiam. Hei, berdiam termasuk kata kerja kan? Hahaha. Di depanku berdiri dua orang, laki dan perempuan. Keduanya menghadap kearah awan, membelakangiku. Mereka berbincang hal yang sama dengan apa yang kubincangkan dengan hatiku. Kecewa, karena matahari ditutup mendung, padahal tadi cerah. Ternyata matahari pun bisa dusta. Bedanya, kecewaku terobati dengan melihat mereka. Seru sekali. Perbincangan yang awalnya membuatku ragu menerka status mereka.

“Eh, liat deh, biru banget airnya.” Teriak lelaki itu sambil menunjuk ke bawah.

“Iya, masih jernih ya. Ah, tapi pasti nggak lama, dua tahun lagi, udah banyak sampah.” balas wanita disebelahnya.

“Iya, padahal keren banget kalo masih bisa jernih kayak gini, keliatan batu-batunya.”

“Semoga aja deh. Coba semua yang datang kesini bisa pada sadar buat enggak buang sampah sembarangan ya. Pasti kita bisa liat hiu yang datang, haha”

“nggak mungkin, liat deh.” kata lelaki itu sambil menunjuk beberapa sampah plastik bekas makanan dan botol aqua yang sudah teronggok manis di sela semak-semak menuju pantai. 


Kisah kedua
Aku bertemu mereka lagi di jalan setapak parkiran. Mereka tertawa terbahak-bahak sulit berhenti. Aku baru tau penyebabnya ketika mereka menceritakan apa yang mereka alami pada bapak paruh baya penjaga pantai, dan aku ngggg... mengupingnya. Ugh, akhirnya harus kuakui! haha. Mereka terpeleset tanah licin karena ada genangan air. Hei, mereka terjatuh tapi bisa tertawa. Aku sengaja berjalan di belakang mereka agar bisa mendengar lebih jelas.

“Kenapa tadi aku malah ketawa ya?” tanya wanita itu.

“Iya ah kamu itu, padahal tadi aku udah khawatir takut kamu kejepit.” Sahut lelakinya.

“Haha, untung aku bisa langsung loncat turun ya, keren banget refleknya.”

“iya keren, tapi sampe lupa nolongin. Ambil tas aja pake disuruh.” Kata laki-laki itu sambil pura-pura kesal.

“Hahaha, iya ya. Aku bukannya nolongin malah ketawa. Duh, nggak peduli banget ya aku.”

“Iya egois kamu tuh.”

“Iya aku egois, maaf ya.” Wanita itu terlihat agak kesal dengan perkataan laki-laki disebelahnya.

“Haha, nggak papa. Besok belajar lagi pedulinya. Lagian tadi aku juga nggak kenapa-kenapa, malah ikutan ketawa.”


Kisah ketiga
Kami makan di sebuah warung makan yang sama ketika itu karena mendadak hujan turun di perjalanan pulang dan kami ternyata memilih untuk sama-sama berteduh disana. Kami, aku dan kedua orang itu. Seriusan, kali ini aku tak sengaja mengikutinya, serius! Haha. Mereka duduk menghadap keluar, dan aku mengambil posisi diseberangnya. Yang wanita sibuk makan jajanan, sedangkan yang laki-laki makan mi ayam.

“Kamu ada cerita apa? Cerita dong.” Minta lelaki itu karena mereka sudah cukup lama jeda.

“Mmm.. apa ya, tak ceritain tentang gadis penjual korek api ya?” kata perempuan itu, niat bercanda.

“Hah? Cerita apa itu?”

“Hah? Masa kamu gak tau? Masa kecilmu nggak bahagia banget, ckck.”

“Hahaha, aku belum pernah denger tuh, ngarang kamu.”

“Enak aja, beneran ada, nanti deh ku-searching-in. Awas ya, kalo kebukti ada traktir eskrim.”
“Haha, emang beneran ada? Gimana ceritanya?”

“Pokoknya besok kalo ke toko buku mau beliin kamu buku dongeng. Biar kamu nggak udik, haha.”
“Hahaha, iya iya, gimana ceritanya? Cepet ceritain.”


Kisah keempat
Kali ini aku sudah berniat untuk berhenti ‘menyimak’ mereka. Sudah waktunya benar-benar pulang, hahaha. Sudah malam. Terakhir kami berada dalam posisi dekat adalah ketika di lampu merah dan kendaraanku berhenti di sebelah kendaraan mereka.

“Kemarin liat ILC nggak kamu?” tanya lelaki itu.

“Enggak, kenapa emang?”

“Itu, mereka ngangkat lagi kasus Antasari. Ternyata emang belum selesai kasusnya.”
“Oh iya, udah nggak pernah dibahas lagi ya, nggak jelas juga itu akhirnya gimana.”

“Iya, gara-gara itu aku malah jadi baca-baca soal kasusnya, dan ternyata udah banyak bukti yang nunjukin kalo dia sebenernya nggak bersalah.”

“Weh, iyakah? Keren banget berarti ya nutupinnya. Iyasih, keliatan kalo sebenernya dia cuma dijebak. Kasian.”

“Eh, tugasmu udah selesai belum kemarin?” tanya lelaki itu.

“Ya selesai satu nambah yang lain. Tiap hari numpuk.” Wanita itu mengeluh.

“Wah, berarti tugasnya kayak sayangku ke kamu ya, tiap hari semakin numpuk, hahaha.” Mereka berdua sama-sama tertawa, sama-sama terlihat malu blesteran senang. Duh, so sweet.


Aku meringis. Aku sudah mendapat kesimpulan, statusnya sudah tak perlu diterka lagi, dan itu cukup untuk mengakhiri lamunanku sore ini. Hei, kau tau, ternyata segala sesuatu yang berhubungan dengan kata ‘kita’, akan selalu menyenangkan justru ketika tidak melulu membicarakan tentang ‘kita’, kan? *kedip-kedip* :D

Sesungguhnya berbicara denganmu, tentang segala hal yang bukan tentang kita..

Mungkin, tentang ikan paus di laut, atau mungkin tentang bunga padi di sawah..

Sungguh bicara denganmu, tentang segala hal yang bukan tentang kita,

Selalu, bisa membuat semua lebih bersahaja..

(Payung teduh – Mari Bercerita)

Belahan bumi paling abstrak, 6-12-14
7 : 07


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rain Cloud