Beranda

Senin, 06 Januari 2014

Cerita Senja : 6

 "Aiisshhh sial! " teriak perempuan itu. Lelaki disebelahnya menoleh, sedikit tersenyum, iya sedikit saja, selebihnya hanya alisnya yang berubah posisi, semakin mengkerut.
Perempuan itu menoleh sekilas, dan langsung membuang pandangannya ke depan. 
Ck! Sial!

"Udahlah." Akhirnya lelaki itu membuka suara, sekata saja. Perempuan disebelahnya menoleh, tersenyum totalitas tapi getir.
"Kenapa jalan takdirnya harus kayak gini ya? Kenapa harus hari ini sepatunya rusak? Kenapa tadi harus buru-buru cari sandal? Kenapa harus nggak dipakai helm-nya? Kenapa akhirnya senja enggak muncul seperti yang diharapkan? Kenapa harus mendung? Kenapa akhirnya harus ketemu sama.. Arghhh.. coba kalo tadi nurut apa yang kamu bilang." Perempuan itu meracau panjang lebar. Lelaki disebelahnya hanya menoleh (lagi). Tersenyum.
"Udahlah."

Perempuan itu terlihat bangkit dari duduknya, berlari kecil menuju pantai sambil membersihkan pasir yang menempel di belakang tubuhnya.
"Dipikir nanti aja." Kata lelaki itu dari belakang.
"Pengennya juga gitu." Kesal. Perempuan itu terlihat mulai kesal. Tapi lelakinya hanya tersenyum kesekian kali. 
Beberapa menit setelah hening, lelaki itu mengarahkan kamera di tangannya, mengambil gambar yang terlihat asal, lalu ditunjukkannya pada wanita disampingnya.
Mereka tersenyum bersamaan, dan mulai meletakkan kamera di atas pasir, memposisikan lensa serapi-rapinya, dan berpose dengan anehnya. Senyum yang tadi berubah menjadi tawa. Dua orang itu terlihat merdeka, seolah lupa tadi telah terjadi apa saja. Ah, Tuhan memang selalu pintar mengobrak-abrik suasana ya..

Matahari semakin turun, semakin tak terlihat di garis cakrawala.
Wanita itu memandang jauh sambil terus menyunggingkan bibirnya. Mungkin, mungkin dia sedang mengagumi matahari yang memang terlihat mempesona karena menguar jingga, mungkin juga dia sedang bersyukur karena lelakinya terlihat begitu sabar menanggapi kekesalannya, setidaknya untuk saat ini, mungkin. Bisa Jadi.
"Pose terakhir sebelum hilang mataharinya." teriak lelaki itu dari balik lensanya dan buru-buru berlari sebelum timer mengabadikan siluet mereka secara otomatis. Keduanya berpandangan, tersenyum, dan menautkan tangan mereka, bergandengan sepuluh detik yang singkat, hanya untuk mendapat satu gambar yang terlihat hebat.

Ah Tuhan, bisa tidak waktu berhenti sebentar, biar momen ini terabadikan tak hanya dalam siluet?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rain Cloud