
Judul : Negeri
Para Bedebah
Pengarang : Tere
Liye
Penerbit : PT.
Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : ke-2,
September 2012
Tebal : 433
halaman
Tanpa kita
sadari, dalam hidup ini, potongan-potongan kecil menjadi tempat kita belajar
sesuatu secara efektif.
“Melakukan perjalanan, bertemu banyak orang, membuka
diri, mengamati, mencoba sendiri, memikirkan banyak hal, adalah cara tercepat
belajar.”
Novel ini
sebenarnya tidak dalam urutan atas prioritas terbaca. Selain karena begitu
tebal, kabarnya ini novel genre-nya seperti film action, penuh intrik dan
licik. Sejujurnya saya kurang suka dengan tema novel seperti itu, hehehehe,
biasalah perempuan, lebih memilih tema novel yang ‘menyentuh’. Tapi sekali lagi
saya berpikir, meminjam istilah tokoh utama si Thomas, melihat karakter Tere
Liye dari novel-novelnya dan fanpage FB-nya, saya menilai bahwa bang Tere
petarung (baca : penulis) sejati! Penulis sejati tidak pernah bohong kan? ;p
Akhirnya dengan
segala kemungkinan dan keyakinan kalo novel ini sampai tidak menarik dipertengahan
saya baca, saya akan dengan senang hati tidak meneruskannya. Ternyata saya
benar-benar SALAH TOTAL. Novel ini benar-benar seperti adegan film di setiap
episodenya, benar-benar membuat pembaca menjahit imajinasinya sendiri, dan saya
benar-benar tidak sabar untuk tahu bagaimana akhir kisahnya.
Saya yakin novel
ini layak sekali untuk diangkat ke layar lebar, karena akan membuat puluhan,
bahkan ratusan masyarakat Indonesia, para pemegang uang banyak, khususnya
koruptor, malu dan bersembunyi di balik jas partai ‘kotor’nya.
Novel Negeri Para
Bedebah ini sepertinya dulu pernah di posting dalam notes dengan judul BBB,
Bangsat-Bangsat Berkelas. Bercerita tentang satu tokoh laki-laki dengan nama
kecil Tommy, tapi terkenal diusia dewasa dengan nama Thomas, si konsultan
keuangan profesional yang cerdas, licin, dan mampu menguasai keadaan secepat
kilat. Awalnya, apa yang dilakukan Thomas tak lebih dari untuk menyelamatkan
keluarga Om Liem, pamannya, dari kebangkrutan. Akan tetapi, seiring berjalannya
cerita, ternyata kasusnya tak sesederhana itu. Dibumbui dengan dendam masa lalu
yang dialami Thomas.
Diusianya yang 10
tahun, Thomas harus menyaksikan keluarganya terbakar habis bersama dengan rumah
dan gudang tempat berbisnis. Hanya Opa, Om Liem dan istrinya yang selamat. Saat
itu dia tahu, dalang dibalik semua ini adalah Wusdi dan Tunga, petugas
kejaksaan dan kepolisian. Mereka memanfaatkan keadaan dengan membawa lari akta
tanah, rumah dan gudang milik keluarga besar Opa. Dendam Thomas menuntut untuk
dibalaskan karena ternyata Wusdi dan Tunga masih terus ingin mengeruk harta
milik Om Liem yang telah menjadi pebisnis yang menggurita, mempunyai aset
dimana-mana termasuk di luar negeri. Awalnya Thom begitu membenci Om Liem,
karena ia menganggap Om Liem yang membuat orangtuanya mati terbakar. Tapi
sepertinya tebakan Opa benar, Thomas bukan membenci pamannya, Thom membenci
dirinya sendiri yang tidak mau bertindak jahat, licik dalam berbisnis seperti
Om Liem padahal dia mengetahui segala permainan kotor dalam dunia bisnis,
termasuk permainan Om Liem dalam Bank Semesta. Opa Thomas menjadi sosok paling
bijak dalam novel ini. Dia selalu menasehati agar Thomas bisa memaafkan masa
lalu.
“Kejadian
menyakitkan selalu mendidik kita menjadi lebih arif.”(halaman 228)